Rabu, 12 Januari 2011

Kekuasaan dan Politik

Menguraikan konsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang berasal daribahasa Yunani Politeia (berarti kiat memimpin kota (polis)). Sedangkan kuasa dan kekuasaan kerapa dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat gerak yang tanpa kehadiran kuasa (kekuasaan) tidak akan terjadi, misalnya kita bisa menyuruh adik kita berdiri yang tak akan dia lakukan tanpa perintah kita (untuk saat itu) maka kita memiliki kekuasaan atas adik kita. Kekuasaan politik dengan demikian adalah kemampuan untuk membuat masyarakat dan negara membuat keputusan yang tanpa kehadiran kekuasaan tersebut tidak akan dibuat oleh mereka.
Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik bisa mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya membuat aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara maka mereka mempunyai kekuasaan politik.
Variasi yang dekat dari kekuasaan politik adalah kewenangan (authority), kemampuan untuk membuat orang lain melakukan suatu hal dengan dasar hukum atau mandat yang diperoleh dari suatu kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentian mobil di jalan tidak berarti dia memiliki kekuasaan tetapi dia memiliki kewenangan yang diperolehnya dari UU Lalu Lintas, sehingga bila seorang pemegang kewenangan melaksankan kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan yang ia jalankan maka dia telah menyalahgunakan wewenangnya, dan untuk itu dia bisa dituntut dan dikenakan sanksi.
Sedangkan kekuasaan politik, tidak berdasar dari UU tetapi harus dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku sehingga bisa tetap menjadi penggunaan kekuasaan yang konstitusional
Di sisi lain, karena politik berusaha mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat, politik juga dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran kepada masyarakat luas. Namun, pola ini seakan tertutupi oleh pandangan umum sebagaimana yang disebutkan di atas dan berusaha dibuang jauh-jauh dari masyarakat. Padahal, inilah sesungguhnya hakikat dari politik yang sesungguhnya, sarana untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran melalui orang-orang yang diserahi amanah untuk mengurus urusan masyarakat. Orang-orang yang bekerja dan diberi amanah untuk mengurusi urusan orang banyak yang dipilih melalui proses politik harus memahami hakikat ini. bahwa mereka dipilih untuk mengurusi urusan rakyat dan bekerja sebagai pelayan bagi rakyat.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Orang-orang yang melalui proses politik sekaligus diberi amanah untuk bekerja untuk rakyat malah menjadi orang pertama yang mengkhianati amanah itu, dengan mengedepankan kepentingan pribadi dan golongannya sendiri di atas kepentingan rakyat. Jadi, sebenarnya orang-orang yang bekerja dalam orbit politiklah, dan bukan politik itu sendiri, yang telah membuat stigma dan label bahwa politik selalu berorientasi pada kekuasaan. Orang-orang yang telah mengingkari amanah rakyatlah yang telah membuat politik, dan bekerja dalam orbit politik, itu sesuatu yang buruk dan amat lekat dengan korupsi.
Ketika ada sekelompok masyarakat berusaha memahami politik dengan benar, tidak banyak orang yang mempercayainya. Ketika ada sekelompok orang menggunakan politik untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran, orang menganggapnya sebagai sebuah kesia-siaan. Ketika ada sekelompok orang yang berusaha mengembalikan amanah rakyat dalam politik kepada yang berhak mengembannya dan untuk kepentingan rakyat, banyak orang yang memicingkan mata bahkan berpaling darinya.
Kita tidak berani mengakui bahwa memang ada sekelompok orang yang benar-benar memahami dan menjalankan politik dengan benar dan tetap mengikuti pandangan umum bahwa politik itu kotor.
Disini saya ingin menyodorkan suatu analogi. Sudah menjadi pandangan umum bahwa setiap laki-laki hanya memandang wanita sebagai objek seks belaka. Ini merupakan pandangan umum yang walaupun belum tentu diakui tetapi pada kenyataannya dipakai sebagai pandangan umum. Tentu tidak ada orang yang berani dan secara terang-terangan mengakui hal ini. namun pada kenyataannya pandangan ini banyak dianut oleh banyak orang.
Di lain pihak, ada sebagian kalangan dari pria yang mengingkari pandangan umum ini. menurut kelompok pria ini wanita tidak hanya sebagai objek seks belaka bahkan lebih mulia dan lebih tinggi dari ini. kalangan pria ini lebih memuliakan dan lebih menghargai wanita sebagai makhluk tuhan yang memiliki fitrah. Tentu sulit membuktikan bahwa ada segolongan pria yang menganggap wanita seperti ini, tetapi kita tahu pasti bahwa ada pria yang berpegang teguh dalam pandangan ini.
Demikian halnya dengan pandangan bahwa politik yang dipandang secara umum hanya sebagai jalan untuk mencapai kekuasaan. Pandangan ini sudah menjadi pandangan umum yang ada dalam benak banyak orang, walaupun tidak ada seorang pun yang akan mengakui hal ini. tetapi kita tahu pasti kebanyakan orang berpandangan seperti ini. ketika seorang tokoh partai ditanyakan tentang pandangannya untuk terjun ke dalam dunia politik, saya berani menjamin tidak akan keluar dari mulutnya pernyataan bahwa dia menginginkan kekuasaan. Selalu yang keluar dari mulutnya bahwa dia ingin bekerja untuk rakyat.
Namun, apakah kenyataannya demikian?
Sesuai dengan analogi tadi, ketika ada sekelompok orang yang berusaha memahami politik dengan benar, berusaha mengembalikan amanah rakyat kepada yang berhak menerima, dan bekerja untuk melayani rakyat, kita perlu memahaminya sebagai segolongan pria yang menganggap wanita lebih mulia dan lebih berharga dari sekedar objek seks belaka. Kita mungkin sulit membuktikan golongan ini benar-benar ada tetapi kita tahu mereka benar dan yakin dengan pendiriannya dan golongan ini ada.
Jadi, ketika kita mengakui ada segolongan pria yang memiliki prinsip lebih menghargai wanita sebagai makhluk yang memiliki fitrah walaupun tidak bisa dibuktikan, kita tentu juga mau tidak mau harus mengakui bahwa ada sekelompok orang yang memang sungguh-sungguh berusaha memahami politik dengan benar sesuai dengan hakikatnya.
Orang-orang yang berusaha memahami politik dengan benar ini tidak menjadikan kekuasaan sebagai tujuan akhir, tetapi justru dengan kekuasaan itulah mereka baru memulai sebuah usaha yang lebih tinggi dan lebih mulia, menjadi pelayan bagi rakyat dan bekerja untuk kepentingan rakyat.
Kekuasaan dan politik dalam manajemen merupakan anak kembar yang tak
terpisahkan, karena yang satu tdak dapat hidup tanpa yang lain. Para
manajer
jaman sekarang harus mempelajari segi-segi pokok dalam kekuasaan dan
politik, jika mereka mau hidup terus dan berhasil.
Mereka harus belajar tentang garis-garis kekuasaan, menggunakan
teknik-teknik politik, dan menggunakan kekuasaan dan teknik-teknik
politik
secara efektif dalam karier mereka.

Ciri pokok kekuasaan seperti yang kita kenal dalam perusahaan industri
sekarang ini ialah penggunaan orang-orang dan kelompok-kelompok untuk
tujuan
dan maksud tertentu. Banyak orang merasa bahwa kekuasaan merupakan
semacam
proses menang kalah. Tetapi ini merupakan suatu kesalahpahaman, karena
manajer dan kelompok kerja mempunyai jumlah kekuasaan yang
berbeda-beda.
Lagi pula, ada perbedaan dalam bagaimana kekuasaan itu dibagikan dalam
seluruh hierarki keorganisasian, dan bagaimana, di mana, serta kapan
dapat
digunakan dalam bidang-bidang yang sah. Misalnya, kekuasaan harus
dimiliki
bersama oleh manajer dan kelompok kerja dalam beberapa situasi, tetapi
tidak
dalam situasi lain. Sebagai contoh, manajer dan bawahan harus bekerja
sama
untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi jika organisasi mau hidup
terus. Tetapi dalam usaha mencapai tujuan ini, mereka mungkin terlibat
dalam
konflik-konflik tajam yang mengakibatkan perebutan kekuasaan. Dalam
kasus-kasus seperti ini, perlulah eksekutif puncak campur tangan
sebagai
hakim, dan memutuskan arah tindakan mana yang harus diikuti.
Contoh-contoh
klasik perebutan kekuasaan dalam organisasi demikian ini terjadi hampir

setiap hari antara kelompok penjualan dan kelompok produksi, manajer
lini
dan manajer staf, manajer pengendalian mutu dan manajer produksi.

Konflik dalam bentuk perebutan kekuasaan tidak dapat dihindarkan dan
memang
diperlukan dalam masyarakat industri kita yang rumit ini. Konflik dalam

organisasi sering dapat meningkatkan moral kerja berbagai kelompok,
membantu
mereka mengatasi kekurangan mereka, menegaskan serta menguraikan
nilai-nilai
dan kepercayaan kelompok. Interaksi intensif dalam perebutan kekuasaan
mencegah kelompok menjadi terpencil atau menyimpang. Perebutan
kekuasaan
menjaga efisiensi dan efektivitas organisasi, sehingga tujuan bersama
dapat
dicapai. Jika perebutan kekuasaan berhenti atau tidak ada lagi,
organisasi
akan tidak efisien dan kaku.

Konflik melalui perebutan kekuasaan dalam organisasi hendaknya
merupakan
cara untuk mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Bila
perebutan
kekuasaan menjadi tujuan, akibatnya adalah gangguan fungsi. Para
manajer
harus tegas, jika efisiensi dan kebaikan seluruh organisasi tidak
hendak
dirugikan

Latar belakang dan pola gerak-gerik yang dialami dan diperlihatkan oleh
para
manajer dan eksekutif menarik untuk diselidiki. Dalam banyak kejadian,
tetapi tidak semua, kehidupan di rumah atau pengalaman dalam hubungan
kelompok jauh sebelum mereka masuk sekolah, mempunyai sangkut paut erat

dengan usaha mereka mencari kekuasaan. Bila mereka dilahirkan dan
dibesarkan
dalam suatu keluarga di mana ayahnya seorang ekeskutif atau seorang
manajer
profesional, mereka akan secara otomatis mengembangkan nilai-nilai
sosial
seorang calon manajer muda yang penuh ambisi. Halnya akan lain kalau
mereka
dibesarkan dalam suatu keluarga di mana ayah mereka seorang buruh
pabrik.

Barangkali orang yang paling berhasil mendapatkan kekuasaan dalam
manajemen
sekarang ini adalah mereka yang di masa mudanya mempelajari
peraturan-peraturan bagaimana memainkan permainannya. Ketika mereka
masuk
sekolah menengah, mereka telah mengembangkan suatu kesadaran akan
dirinya
secara sosial dan politis dan mulai mengadakan percobaan dalam
bidang-bidang
pokok hubungan kekuasaan dan politik. Peranan di sekolah menengah
seperti
ketua organisasi siswa, kapten kesebelasan, atau kedudukan resmi
lainnya
yang memerlukan persaingan, mengajarkan pada anak-anak muda ini
dasar-dasar
kekuasaan sosial, politik, dan tanggung jawab, yang kelak berguna
sebagai
model pertama bagi cita-cita dan amnbisi mereka untuk mencapai
kekuasaan di
perusahaan atau industri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar